Selasa, 30 Maret 2010

riset kuantitatif: eksperimen dan survei

(dalam artikel Prof. Dr. A. Khozin Afandi, M.A.)

Riset ekperimen dan survei merupakan dua metode penelitian kuantitatif. Dua metode tersebut pernah mengalami kejayaan di panggung sejarah penelitian utamanya antara 1950-1960 sempat menggeser penelitian kualitatif rintisan Malinowski atau Elton Mayo, tulis Wikipedia. .Eksperimen dan survei adalah riset hypothesis testing (uji hipotesis.). William C. Levin (1991; 41-42) membedakan dua bentuk hipotesis; descriptive hiphotesis, lazim dipakai dalam riset survei, sedangkan eksperimen menggunakan causal hiphotesis (John Creswell,1994; 10-11) . Survei sering menggunakan sample sebagai representasi dari populasi sementara eksperimen menggunakan variable; dependen, independen dan variable kontrol. Eksperimen dan survei sebagai riset kuantitatif dapat dibaca juga dalam tulisan Earl Babbie, Geoffrey Keppel, Morton Arkava dan Thomas A. Lane. 

Clifford J. Drew (1984; 33) menyatakan bahwa riset eksperimen punya sejarah yang lama dan kaya karena digunakan oleh berbagai disiplin, obat-obatan, pertanian dan psikologi. adalah Ronald A. Fischer, figur yang disebut sebagai bapak riset eksperimen untuk disiplin ilmu-ilmu social (social scienes) karena karya-karyanya yang muncul pada awal-awal abad 20. Karyanya diterbitkan mulai 1925, 26 dan 35. Figur lain dengan disiplin berbeda adalah Mc Call dengan karya tulisnya dalam disiplin pendidikan. Dalam perkembangannya, beberapa sarjana lain menggunakan karya Mc Call untuk riset biologi, obat-obatan. Namun harus diakui bahwa tidak semua disiplin dikaitkan dengan riset eksperimental .

Riset eksperimen: ciri-cirinya
Jika kita memperhatikan lebih seksama tulisan Clifford J. Drew, maka secara implisit tulisannya tersebut memberikan penjelasan tentang cirri-ciri riset eksperimen. Ciri-ciri riset eksperimen sbb,
1. Riset eksperimen selalu dikaitkan dengan laboratorium; sebuah sarana untuk melakukan eksperimen. Dengan laboratorium, peneliti dapat melakukan kontrol secara tepat tentang ada ataukah tidak ada pengaruh luar yang bisa merusak hasil uji eksperimen. Jika kontrol ini berjalan dengan sempurna (bahwa diyakini tidak ada pengaruh luar yang mengganggu) maka perubahan yang terjadi melalui uji eksperimen diyakini hanya disebabkan oleh satu variable yang sejak dini disiapkan peneliti. Karena hanya membatasi diri pada uji satu variable, maka riset jenis ini bersifat manipulatif.
2. Dengan riset eksperimen, peneliti secara jelas dapat dapat dipastikan bahwa hanya ada satu variabel dan satu variabel ini menjadi fokus riset eksperimen. permasalah pokok yang dihadapi peneliti dengan metode eksperimen.
3. Riset eksperimen adalah sebuah penelitian di mana peneliti sejak awal telah melakukan manipulasi dengan hanya menetapkan satu faktor sebagai variabel, demikian Creswell (1994; 117).
Di bawah ini penulis menyajikan satu contoh riset eksperimen tentang pengaruh jenis pupuk tertentu; katakanlah pupuk “z”. Melalui riset eksperimen, peneliti bertujuan memngukur pengaruh pupuk z terhadap kesuburan tanah. Pupuk z merupakan satu faktor penyebab kesuburan tanah. Maka dibuatlah satu hipotesis; jika sebidang tanah diberi pupuk z maka akan suburlah tanah tersebut. Di sini, pupuk z dapat ditempatkan sebagai varabel bebas (independen); dependen variabel adalah lahan yang dijadikan eksperimen. Peneliti memebrsihkan semua jenis pupuk dalam lahan eksperimen dan hanya memasukkan pupuk z sebagai satu satunya. Dari eksperimen ini, peneliti melakukan pengukuran (measurement) untuk mengetahui pengaruh pupuk z terhadap kesuburan tanah. Peneliti bisa membandingkan dengan lahan yang di dalamnya terdapay berbagai jenis pupuk; atau lahan yang sama sekali tidak ada pupuknya.

4. Ciri keempat dengan hanya membatasi pada satu faktor saja peneliti sejak pagi telah melakukan manipulasi data. Demikian ini memang merupakan karakteristik jenis riset eksperimen.
5. Kami ingin menambahkan satu ciri yakni tentang hipotesis. Hipotesis dalam riset eksperimen kuantitatif berangkat dari fakta dan secara langsung akan diuji melalui eksperimen. Ini berbeda dari hipotesis dalam riset kualitatif. Dalam riset kualitatif, hipotesis berangkat dari teori yang telah ada sebelumnya. Dengan kata lain, hipotesis dilandaskan pada suatu teori tertentu. Karena itu serimg dalam rancangan riset kualitatif menggunakan istilah landasan teori; artinya teori tertentu yang dijadikan landansan merumuskan hipotesis. .Misal, seorang peneliti menguasai teori fungsi manifes dan fungsi laten. Di atas teori ini, peneliti merumuskan satu hipotesis guna membutkikan keabsahan fungsi manefies dan fungsi laten sebagai teori. Hipotesis yang dirumusaskan misalnya demikian:
-Makin sginifikan fungsi laten dalam sebuah struktur sosial, makin mendesak fungsi manifes; makin terdesak fungsi manifes dalam suatu struktur, makin membuka kemungkinan makin suburnya fungsi laten; makin subur fungsi laten makin mengancam koherensi dan mengancam tali kesatuan dan solidaritas struktur…..
Riset eksperimen baik untuk ilmu kealaman maupun ilmu-ilmu sosial meliputi 3 komponen, (Earl Babbie, 1998; 233) yakni;
1. variable dependen dan independent,
2. Pre testing dan post testing
3. grup yang dijadikan eksperimen dan jenis penanganannya .
Babbie memberi beberapa contoh riset eksperimen sosial, Satu di antara contoh adalah riset tentang sikap buruk sangka (prejudise) terhadap etnis Afrika yang tinggal di USA.
Langkah riset;
Pertama, peneliti menentukan satu grup kecil yang akan menjadi obyek eksperimen yang dipastikan mereka memiliki sikap buruk sangka terhadap etnis Afrika yang tinggal di Amerika.
Kedua, Kepada grup ekspewrimen, peneliti mengekspose sejarah etnis Afrika dan sumbangsih mereka terhadap Amerika. Ekpose (paparan) dapat melalui film dokumenter atau melalui dialog dan paparan lainnya. Dalam hal ini, Babbie hanya memberi contoh pemutaran film tentang etnis Afrika-Amerika.
Ketiga, Peneliti mengukur perubahan yang terjadi pada grup eksperimen untuk menentukan apakah sikap buruk sangka mereka berkurang. Untuk mengetahuinya, maka dibuatlah perbandingkan dengan sikap para individu yang ditempatkan sebagai grup kontrol. Kelompok kontrol ini dihuni oleh para individu yang dipastikan bahwa mereka tidak memiliki sikap buruk sangka sama sekali terhadap etnis Afrika-Amerika.

Dari contoh tersebut, Babbie menjelaskan 3 komponen riset sbb,
a. Independen variabel adalah paparan tentang sumbangsih atau peran etnis Afrika bagi Amerika dalam kemajuan bidang sains, keartisan, sport
b. Variable dependen adalah sikap buruk sangka, dapat seseorang atau beberapa orang.
c. Hipotesis; kurangnya pengetahuan mereka terhadap peran dan sumbangsih etnis Afrika kepada negara yang membuat mereka buruk sangka terhadap etnis Afro-Amerika. Hipotesis ini kini diuji melalui riset eksperimen. Riset eksperimen – karena itu- disebut dengan testing hipotesis.
Secara esesnsial, riset eksperiemn adalah menguji efek dari variable independen (bahwa paparan mengenai etnis Afrika menjadi faktor penyebab menurunnya sikap buruk sangka. Secara tipikal dapat dinyatakan bahwa variable independent merupakan sebuah stimulus eksperimental. Hasil atau perubahan yang dihasilkan diukur dengan bantuan varabel control (diwakili satu grup yang berisi para subyek yang tidak memiliki sikap buruk sangka kepada etnis Afrika-Amerika.
Babbie juga memberi beberapa contoh lain, Di sini penulis turunkan satu contoh lagi riset eksperimen. Riset ini berangkat dari hipotesis; Bahwa , satu grup yang secara pasti ditengarai sebagai grup yang karakternya “lebih baik” karena mereka paling tidak sering melakukan perubahan; selanjutnya adalah grup yang ditengarai punya karakter “ada kemungkinan lebih baik”, selanjutnya adalah “grup kontrol”, selanjutnya grup yang lebih atau yang paling jelek. Grup yang terakir ini adalah grup yang mudah berubah-ubah. Kepada setiap grup ini dipaparkan beberapa jenis produk (Hp misalnya, lengkap dengan segela kelebihannya. Grup kontrol adalah grup yang memiliki tingkat kemantapan pilihan dan tidak berubah). Hipotesisnya; makin mudah sebuah grup mengubah putusan makin jelek karakternya, Makin tidak pernah mengubah pilihan menunjukkan sebuah grup itu terbaik disbanding lainnya. Hipotesis ini lalu diuji melalui riset eksperimen.

“ Reseachers hypothesized that the definitely better group would switch least aften, followed by the probabley better group, followed by the control group, followed by the definitely worse group”.
Contoh lain:
Ditengarai ada kelompok (klien) yang melakukan kekerasan terhadap anak. Hipotesis yang akan diuji, tindak kekerasan terhadap anakdapat dikurangi melalui suatu program layanan sosial. Peneliti mencari orang-orang pekerja sosial dan diwadahi dalam satu kelompok serta diberi training dengan berbagai teknik, metode dan orientasi yang nantinya akan diberi tugas melakukan treatmen terhadap para klien. Setelah melalui berkali-kali training, lalu dilakukan ujian post test untuk memastikan bahwa ketrampilan para pekerja sosial telah meningkat secara siginifikan dibanding dari sebelumnya. Dengan menugaskan para pekerja ini untuk melakukan treatmen terhadap para klien diharapkan ada perubahan sikap para klien terhadap para anak.
Dalam riset eksperieman, peneliti melakukan satu manipulasi variable independen untuk menentukan apakah manipulasi ini menjadi penyebab terhadap hasil (yakni terjadi perubahan disebabkan oleh variable independent). Peneliti melakukan test sebab-akibat sebab, secara teoritis, variable-variabel antara independen dan hasil yang diperoleh, dalam riset eksperimen, harus dikontrol, demikian Creswell (1994;117) . Dari uraian ringkas di atas dapat dinyatakan bahwa sifat manipulatif memang karakter riset eksperimen. Pendekatan metodologi kuantitatif, demikian Creswell, menggunakan logika deduktif di mana teori dan hipotesis diuji dengan cara kausalitas (uji sebab-akibat). Konsep, variable dan hipotesis ditentukan terlebih dahulu sebelum penelitian dilakukan dan peneliti tidak keluar dari hipotesis yang telah ditentukan sebelumnya .

Survei
Secara tipikal, survei digunakan untuk mengumpulkan fakta dan gambaran keadaan mengenai situasi tertentu. Metode ini dinamakan juga dengan penelitian deskriptif yang berupaya mendeskripsikan kondisi-kondisi atau keadaan sesuatu; dan jika dipandang mungkin menarik kesimpulan secara umum dari fakta yang ditemukan .
Survei deskriptif umumnya memfokuskan pada mengumpulkan opini serta karakteristik obyek penelitian.. Namun Survei yang bersifat deskriptif dapat dijadikan metode evaluasi, misalnya oleh pengusaha yang bertujuan mengevaluasi respons masyarakat terhadap produk tertentu atau oleh pemerintah untuk mengevaluasi kinerja, program atau kebijakan pemerintah melalui uji hipotesis (Morton L, Arkava dan Thomas Lane, 1983; 167) Survei evaluatif sering menggunakan metode praktis, yakni uji hipotesis guna mengukur dan mengetahui secara pasti respons masyarakat terhadap kebijakan dana pendidikan dua puluh persen dari anggaran belanja pemerintah. Mungkin hipotesis yang akan diuji, rendahnya mutu pendidikan dipengaruhi oleh rendahnya anggaran untuknya. Peneliti mengambil sample dari populasi penduduk.
Survei juga digunakan untuk menemukan dan memastikn adanya hubungan antara fenomena yang berbeda. Sebuah lembaga Amerika, American Cancer Society mengadakan survei yang tujuannya menemukan apakah merokok merupakan penyebab kanker paru-paru. Pada tahun 1952, lembaga ini mensurvei 20.000 orang yang terbiasa merokok. Survei semacam ini berkelanjutan. Pada tahun 1954 lembaga ini melakukan survey kanker akibat merokok dengan fenomena kematian. Hasilnya dilaporkan, bahwa 4.5 persen dari dari jumlah perokok yang telah disurvei sebelumnya meninggal dunia akibat kanker paru-paru. Namun, suervei ini belum final, demikian Hillway (1964; 187). karena beberapa faktor lainnya tidak masuk dalam survei lembaga tersebut masih perlu pnelitian yang cermat lagi (Arkava, 1983; 189). .
Le Play melakukan suatu survei yang berkesimpulan bahwa ada hubungan antara keadan ekonomi keluarga dengan tingkat emosi dan kesuksesan sosial. Seorang penerus Le Play, Charles Booth, megadakan suvei yang bertujuan memotret kondisi kehidupan yang sebenarnya dari keluarga miskin. Fenomena sesungguhnya dari kondisi miskin ini dikaitkan dengan perlunya pemberian bantuan ekonomi apa yang tepat bagi mereka yang keadaan ekonominya tertekan. B.S. Rowntree melakukan survei yang bersifat membandingkan status para pekerja di pedesaan dengan para pekerja di kota-kota besar, demikian Arkava. .
Pada awal-awal abad 20, ada gejala metode survei mengalami peningkatan secara pesat, utamanya, pada riset ekonomi dan penelitian sosial. Di samping itu ditengarai lahirnya beberapa lembaga riset survei maupun eksperimen. Di New York ada The Experiment Bureau of Munipal Researrch (1896), Russell Sage Foundation for Social improvement lahir tahun 1907, Dua tahun berikutnya, sebuah survei perkotaan untuk pertama kalinya dikerjakan di Pittburgh oleh Paul Kellogg. Kota-kota lainnya tidak mau ketinggalan seperti suervei perkotaan Springfield, Illinois dan gerakan melakukan survey ini terus berlanjut sampai mencapai puncaknya tahun 1928 ketika hamper 3000 survei dikerjakan dibawah sponsor New York Regional Planning Commission. Kemudian menyusul survei tentang tindak kriminal dan pelanggaran hukum yang pertama-tama di wilayah Missouri dilakukan oleh para hakim Missouri. Lalu survei yang dilakukan oleh satu lembaga “Wickersham Commission tentang hal ihwal yang berkaitan dengan hukum di bawah sponsor pemerintah federal .
Survei Pendidikan (Hillway, 1964; 193) .
Periode antara Perang Dunia 1 dan 2 merupakan perkembangan yang sangat pesat penggunaan survei pendidikan. Hasil dari riset ini tentu saja bukan memecahkan problema endidikan tetapi masih seperti model deskriptif-deskriptif sebelumnya yang menggambarkan kondisi pendidikan di Amerika. Metode yang ditempuh, mengumpulkan berbagai ide dan opini lalu ditegaskan bahwa kondisi pendidikan kita amat memerlukan perubahan dan perbaikan.
Dari uraian singkat tentang eksperimen dan survei aa sejumlah masalah sosial yang tersisa tidak tergarap oleh kedua metode kuantitatif. Demikian ini karena watak ontologis dan epistemologisnya nya berada di luar jangkaun dua metode di atas. Di bawah ini beberapa contohnya;
1. Bagaimana sebuah masyarakat terorganisir secara menyeluruh atau secara holistik dapat dijelaskan. Istilah holistic, dalam tulisan Percy S. Cohen, adalah istilah yang pernah dipakai sebelum digeser atau digantikan oleh teori analisis fungsionalisme .
2. Apa unsur-unsur di dalamnya dan bagaimana unsur-unsur atau unit-nit itu berhubungan,
3. Bagaimana struktur masyarakat sekarang sesudah revolusi industri dibanding struktur di masa lalu sebelum terjadi revolusi industri?
4. bagaimana social force masyarakat dapat dijelaskan?
5. Setiap struktur pasti memiliki structural properties; bagaimana halini dapat dijelaskan?
6. Apakah ada fungsi laten lebih dominan dari fungsi manifes, dstnya.
Pertanyan-peranyaan di atas merupakan contoh watak ontologis obyek menarik untuk diteliti tetapi tidak dengan kunatitatif metode eksperimen dan survey.
7. Bagaimana perubahan sosial dijelaskan? Apakah perubahan-perubahan itu bersifat parsial atau menyeluruh? Apa pola-pola perubahan? Apa konsekwensi-konsekwensi perubahan?
8. Apakah yang harsu dijelaskan melalui penelitian mengenai pengembangan kurikulum
9. Apa yang harus dijelaskan melalui penelitian mengenai pendidikan? Apakah lembaga penyelenggaranya ataukah proses pendidikannya? Bagaimana menjelaskan jika pendidikan dipandang sebagai sistem sosial tertutup; dan bagimana jika dipandang sebagai sistem sosial yang terbuka? Bahkan sekedar menjelaskan struktur konkrit, struktur analitik, prasyarat struktural, structural properties, nilai-nilai sosial versus interes psikologis sulit rasanya jika kita menelitinya dengan mengaplikasikan pendekatan metodologi eksperimen dan survei.
Surabaya, 05-03-2010
a. khozin afandi

Referensi

Arkava L., Morton dan Lane, Thomas A., Beginning Social Work Research, (Boston, Allyn and Bacon Inc, 1983

Babbie, Earl, The Prctice of Social Research California, Wadsworth, 1998
Cohen, Percy S., Modern Social Theory, New York, The Free Press, 1967.

Creswell, John W., Research Design Qualitative & Quantitative Approach, (London, SAGE,1994)

Drew, Clifford, J., Designing and Conducting Research: Inquring in Education and Social Sciences, Boston, Allyn and Bacon, 1985

.Hillway, Introduction to Research, Boston, Houghton Mifflin, 1964

Levin, William C., Sociological Ideas, California, Wadsworth, 1991

http://en.Wikipedia.org/Wiki/Qualitative

Biografi Tokoh Pemikiran di Dunia Islam

Judul Buku : Pemikiran Modern dan Postmodern Islam : Biografi Intelektual 17 Tokoh
Penulis : Dr. Didin Saefudin, M. A
Penerbit : PT. Grasindo, 2003
Tebal : v + 244 halaman
***
SETIAP
agama-agama yang ada di dunia, baik itu monoteis maupun politeis, atau
agama samawi dan ardhi, tentu mempunyai sejarahnya sendiri-sendiri
dalam menapaki perjalanan panjang menyebarkan ajaran agama kepada
umatnya di dunia.
Begitu juga
dengan Islam, sebagai agama monoteis yang terakhir dan dipercaya
umatnya sebagai agama rahmatan lil a’lamiin, telah berjalin berkelindan
dengan suatu konstruksi kebudayaan dan pemikiran di setiap zaman yang
telah dilaluinya. Di mana dalam setiap zamannya telah melahirkan
berbagai macam aliran pemikiran yang terkesan-secara selintas
-mereduksi makna Islam itu sendiri. Pemikiran yang telah mewarnai
segala macam ranah islami dalam setiap konteksnya. Tentunya mempunyai
implikasi yang besar bagi perilaku kehidupan dan pola pikir umatnya.
Kita tentu sudah
mengetahui secara mendalam bagaimana zaman kebaruan Islam dimulai.
Atau, masa-masa pembaruan Islam, yang pengaruhnya tidak hanya berlaku
dan menjadi mainstream dalam suatu wilayah di dunia Islam secara lokal.
Akan tetapi, ia pun berlaku hingga ke luar wilayah-baik di dunia Islam
maupun di luar dunia Islam-di mana terdapat suatu arus pemikiran yang
telah berkembang.
Dengan tujuannya
yang hanya ingin menambah sumber kepustakaan pada mata kuliah
Perkembangan Pemikiran Modern di Dunia Islam (PPMDI) di jurusan Sejarah
Peradaban Islam UIN Jakarta, yang dirasakan masih sangat minim, Didin
Saefudin dengan kemampuan intelektualnya yang maksimal dan sebagai
seorang yang mempunyai otoritas dalam studi Islam Timur Tengah, buku
ini hadir di hadapan pembaca, khususnya para mahasiswa yang bergelut
dan mengkaji pemikiran modern di dunia Islam.
Dalam buku ini
ditampilkan 17 tokoh Islam modern dan postmodern yang mempunyai zaman
keemasannya masing-masing. Di dalamnya juga diuraikan mengapa dunia
Islam bisa memunculkan pemikiran-pemikiran modern yang biasanya bukan
dari mainstream Islam, melainkan dari Barat, khususnya ketika dunia
Arab mengalami masa kebangkitan setelah sekian lama mendekam dalam
kemandegan.
Memang dalam
Islam, khususnya dalam teks-teks kitab suci Al Quran dan tentunya As
Sunnah, terdapat berbagai jenis interpretasi. Ada teks-teks yang tidak
dapat ditafsirkan secara mutlak kontekstual. Akan tetapi, juga ada yang
dapat ditafsirkan secara kontekstual, namun ayat-ayat itu hanyalah
ayat-ayat yang bersifat muamalah sebab ayat-ayat yang bersifat ubudiyah
harus diambil apa adanya (taken for granted). (hlm1)
Dengan begitu,
jelaslah bahwa Islam memang agama yang memiliki watak shalih li kulli
zamanin wa makanin (kontekstual di setiap zaman dan tempat). Ia juga
universal, artinya berlaku menyeluruh untuk semua bangsa, keadaan dan
waktu. Dari ketujuh belas tokoh pemikiran modern dan postmodern itu
diuraikan dengan pendekatan biografi intelektual dan diuraikan satu
demi satu tokoh-tokoh pemikiran tersebut. Serta dielaborasi pula
perjalanan hidup dan pergulatannya dalam wacana pemikiran modern,
walaupun mungkin hanya terbatas. (hlm 7)
Lebih dari itu,
buku ini juga tidak hanya mengungkap tokoh-tokoh pemikiran yang ada
dunia Arab saja dan tidak hanya menguraikan tokoh-tokoh yang hidup di
sekitar abad ke-19 saja. Buku ini juga memasukkan para tokoh di luar
dunia Arab dan para tokoh yang lahir pada abad 20. Di antara
tokoh-tokoh tersebut (di luar arab dan lahir abad dua puluh) adalah
Nurcholish Madjid dan Muhammad Natsir dari Indonesia; Ali Syariati,
Sayyid Hossein Nasr (sekarang tinggal di Amerika Serikat) dan Ayatullah
Khomaeni dari Iran; Ismail al-Faruqi dari Palestina; Hasan Hanafi dari
Mesir dan lain sebagainya.
Meski demikian,
secara garis besar dari ketujuh belas tokoh tersebut, buku ini membagi
kategori pemikiran mereka ke dalam tiga kelompok pemikiran. Pertama,
mereka mencoba untuk menggagas pemikiran bebas dengan melepaskan diri
dari ikatan-ikatan nas. Hal ini dapat dilihat pada pemikiran Muhammad
Iqbal, Sayyid Ameer Ali, Taha Husein, Fazlur Rahman, Muhammad Arkoun,
Hasan Hanafi, dan Nurcholish Madjid. Kelompok pertama ini
direpresentasikan para cendekia. Kedua, mereka mengaplikasikan
ayat-ayat Al Quran secara konsepsional dalam kehidupan keumatan. Hal
ini dapat dilihat dari Jamaluddi al-Afghani, Muhamad Abduh, Sayyed
Hossein Nasr, Ali Syariati, dan Ismail al-Faruqi. Kelompok ini
direpresentasikan kalangan para pemikir aktivis. Adapun ketiga, mereka
mencoba menerapkan pesan-pesan ayat Al Quran secara ideologis dalam
konteks zamannya, hal seperti itu terlihat pada Abul A’la al-Maududi,
Sayyid Quthb, Ayatullah Khomaeni, dan Muhammad Natsir. Kelompok ketiga
ini diwakili kalangan pemikir praksis. Kemudian lebih lanjut dari
ketiga kelompok pemikiran di atas, dilihat dari aras pemikirannya,
kelompok pertama dapat dimasukkan ke dalam pemikiran liberal, kedua
pemikiran konsepsional dan ketiga pemikiran ideologis. (hlm 3)
Terlepas dari
berbagai jenis pengategorian yang diuraikan dalam buku ini, walaupun
dalam pendahuluannya telah dinyatakan bahwa sekalipun hanya ketujuh
belas biografi tokoh pemikiran pembaruan Islam ini saja yang
ditampilkan, namun bukan berarti ia (penulis buku ini) menafikan
pemikir muslim yang lain yang mungkin lebih layak untuk ditampilkan.
Akan tetapi, bila melihat dari ketujuh belas tokoh yang ditampilkan di
sini terkesan bahwa penulis buku ini hanya ingin menampilkan
tokoh-tokoh yang mempunyai pengaruh besar dalam arus dan wacana
pemikiran. Bahkan, seperti tokoh-tokoh Sayyid Quthb dan Abul A’la
Al-Maududi tidak hanya berkutat pada arus wacana, melainkan langsung
pada tataran praksis dan jelas pengaruh mereka sangat besar sekali dan
begitu pula yang lainnya. Kemudian mengapa tokoh seperti Muhammed
al-Jabiri, Nasr Hamid Abu Zayd atau mungkin Bassam Tibi tidak
ditampilkan? Padahal, tokoh-tokoh tersebut juga mempunyai pengaruh yang
sangat signifikan dalam wacana pemikiran Islam.
Lebih dari itu,
dalam pengategorisasian terhadap tokoh-tokoh di atas yang diberikan
dalam buku ini, bila dilihat dalam konteks kekinian, bisa jadi sudah
mengalami pergeseran. Itu bisa terlihat pada kasus Nurcholish
Madjid-yang sering biasa disapa Cak Nur-di mana banyak yang mengatakan
bahwa Cak Nur bukanlah tokoh pemikir liberal, melainkan ia lebih kepada
Neo Tradisionalisme.
Namun, biarpun
begitu, buku ini setidaknya dapat kembali menyegarkan perdebatan di
sekitar arus wacana pemikiran Islam yang selama ini mungkin bisa
dikatakan sudah mengalami kebekuan. Apalagi untuk kasus di Indonesia
tampaknya belum memunculkan tokoh- tokoh pemikiran sebagaimana yang
diuraikan dalam buku ini. Atau, belum lagi ada sosok-sosok sekaliber
Cak Nur, bahkan mungkin melebihi Cak Nur.

Senin, 29 Maret 2010

melacak jejak warisan Islam Nusantara

Menjadi bangsa yang besar memerlukan tanggungjawab yang besar pula dalam proses keseharian kita. banyak hal yang sebenarnya terjadi dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan beragama di Indonesia. perlu kita pahami bahwa jauh sebelum indonesia merdeka telah ada berbagai peristiwa menarik dan patut untuk kita wariskan kepada generasi selanjutnya sebagai salah satu tradisi leluhur kita. diantaranya adalah tradisi selametan, ziaroh kubur, bersih desa hingga tradisi menulis yang saat ini sudah mulai banyak digemari oleh banyak orang.

Indonesia yang dahulu kala dikenal sebagai Nusantara memiliki beragam kekayaan alam, tradisi dan kebudayaan serta keanekaragaman bentuk-bentuk hasil peradabannya. hal ini tercermin dalam lambang negara, yakni burung garuda. kita tahu dan sadar bahwa di dalam lambang negara tersebut tertulis kalimat bhinneka Tunggal Ika dengan maksud adalah bermacam-macam suku bangsa namun tetap satu jua, atau termaktub dalam sila ketiga yang berbunyi persatuan indonesia.

Dekade ini, kita sering menjumpai banyak kajian dan penelitian yang mencoba untuk mengungkap berbagai hasil peradaban leluhur bangsa yang tersebar di seluruh penjuru dunia. diantaranya adalah mengkaji benda-benda arkeologi, manuskrip hingga sampai pada pemikiran orisinil ulama-ulama nusantara. maka akan muncul berbagai kajian yang sesungguhnya mempunyai implikasi dan menjadi referensi sangat baik bagi dunia ilmu pengetahuan.

manuskrip misalnya, banyak orang belum mengenal betul apa itu manuskrip. manuskrip dapat kita artikan sebagai berikut. manuskrip berasal dari kata "manus" yang berarti "manusia" dan "skfipt" yang berarti "tulisan tangan". dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa manuskrip adalah tulisan tangan manusia. namun dengan kriteria tertulis pada media tertentu, seperti kertas. memiliki batas usia minimal 50 tahun. dan ditulis dengan menggunakan metode yang sangat sederhana, yaitu tulisan tangan manusia.

dengan demikian, kita sebagai generasi muda perlu mengerti dan memahami arti penting manuskrip sebagai sebuah warisan budaya bangsa. selanjutnya terdapat masjid sebagai seni arsitektur islam yang unik. demikian itu dapat kita lihat dalam berbagai jenis arsitektural masjid yang tersebar diseluruh penjuru Nusantara. didalamnya terdapat akulturasi budaya, antara Islam-budaya lokal-budaya asing sehingga menghasilkan sebuah seni arsitektural yang luar biasa.

beberapa fakta diatas mengingatkan kita untuk menjaga dan melestarikan berbagai hasil peradaban bangsa kita. mengapa demikian? karena didalamnya terdapat nilai-nilai luhur yang tida dapat kita duga sebelumnya. baik sebagai referensi maupun sebagai media pembelajaran bagi generasi-generasi selanjutnya.


wahib chasbullah