Selasa, 30 Maret 2010

Biografi Tokoh Pemikiran di Dunia Islam

Judul Buku : Pemikiran Modern dan Postmodern Islam : Biografi Intelektual 17 Tokoh
Penulis : Dr. Didin Saefudin, M. A
Penerbit : PT. Grasindo, 2003
Tebal : v + 244 halaman
***
SETIAP
agama-agama yang ada di dunia, baik itu monoteis maupun politeis, atau
agama samawi dan ardhi, tentu mempunyai sejarahnya sendiri-sendiri
dalam menapaki perjalanan panjang menyebarkan ajaran agama kepada
umatnya di dunia.
Begitu juga
dengan Islam, sebagai agama monoteis yang terakhir dan dipercaya
umatnya sebagai agama rahmatan lil a’lamiin, telah berjalin berkelindan
dengan suatu konstruksi kebudayaan dan pemikiran di setiap zaman yang
telah dilaluinya. Di mana dalam setiap zamannya telah melahirkan
berbagai macam aliran pemikiran yang terkesan-secara selintas
-mereduksi makna Islam itu sendiri. Pemikiran yang telah mewarnai
segala macam ranah islami dalam setiap konteksnya. Tentunya mempunyai
implikasi yang besar bagi perilaku kehidupan dan pola pikir umatnya.
Kita tentu sudah
mengetahui secara mendalam bagaimana zaman kebaruan Islam dimulai.
Atau, masa-masa pembaruan Islam, yang pengaruhnya tidak hanya berlaku
dan menjadi mainstream dalam suatu wilayah di dunia Islam secara lokal.
Akan tetapi, ia pun berlaku hingga ke luar wilayah-baik di dunia Islam
maupun di luar dunia Islam-di mana terdapat suatu arus pemikiran yang
telah berkembang.
Dengan tujuannya
yang hanya ingin menambah sumber kepustakaan pada mata kuliah
Perkembangan Pemikiran Modern di Dunia Islam (PPMDI) di jurusan Sejarah
Peradaban Islam UIN Jakarta, yang dirasakan masih sangat minim, Didin
Saefudin dengan kemampuan intelektualnya yang maksimal dan sebagai
seorang yang mempunyai otoritas dalam studi Islam Timur Tengah, buku
ini hadir di hadapan pembaca, khususnya para mahasiswa yang bergelut
dan mengkaji pemikiran modern di dunia Islam.
Dalam buku ini
ditampilkan 17 tokoh Islam modern dan postmodern yang mempunyai zaman
keemasannya masing-masing. Di dalamnya juga diuraikan mengapa dunia
Islam bisa memunculkan pemikiran-pemikiran modern yang biasanya bukan
dari mainstream Islam, melainkan dari Barat, khususnya ketika dunia
Arab mengalami masa kebangkitan setelah sekian lama mendekam dalam
kemandegan.
Memang dalam
Islam, khususnya dalam teks-teks kitab suci Al Quran dan tentunya As
Sunnah, terdapat berbagai jenis interpretasi. Ada teks-teks yang tidak
dapat ditafsirkan secara mutlak kontekstual. Akan tetapi, juga ada yang
dapat ditafsirkan secara kontekstual, namun ayat-ayat itu hanyalah
ayat-ayat yang bersifat muamalah sebab ayat-ayat yang bersifat ubudiyah
harus diambil apa adanya (taken for granted). (hlm1)
Dengan begitu,
jelaslah bahwa Islam memang agama yang memiliki watak shalih li kulli
zamanin wa makanin (kontekstual di setiap zaman dan tempat). Ia juga
universal, artinya berlaku menyeluruh untuk semua bangsa, keadaan dan
waktu. Dari ketujuh belas tokoh pemikiran modern dan postmodern itu
diuraikan dengan pendekatan biografi intelektual dan diuraikan satu
demi satu tokoh-tokoh pemikiran tersebut. Serta dielaborasi pula
perjalanan hidup dan pergulatannya dalam wacana pemikiran modern,
walaupun mungkin hanya terbatas. (hlm 7)
Lebih dari itu,
buku ini juga tidak hanya mengungkap tokoh-tokoh pemikiran yang ada
dunia Arab saja dan tidak hanya menguraikan tokoh-tokoh yang hidup di
sekitar abad ke-19 saja. Buku ini juga memasukkan para tokoh di luar
dunia Arab dan para tokoh yang lahir pada abad 20. Di antara
tokoh-tokoh tersebut (di luar arab dan lahir abad dua puluh) adalah
Nurcholish Madjid dan Muhammad Natsir dari Indonesia; Ali Syariati,
Sayyid Hossein Nasr (sekarang tinggal di Amerika Serikat) dan Ayatullah
Khomaeni dari Iran; Ismail al-Faruqi dari Palestina; Hasan Hanafi dari
Mesir dan lain sebagainya.
Meski demikian,
secara garis besar dari ketujuh belas tokoh tersebut, buku ini membagi
kategori pemikiran mereka ke dalam tiga kelompok pemikiran. Pertama,
mereka mencoba untuk menggagas pemikiran bebas dengan melepaskan diri
dari ikatan-ikatan nas. Hal ini dapat dilihat pada pemikiran Muhammad
Iqbal, Sayyid Ameer Ali, Taha Husein, Fazlur Rahman, Muhammad Arkoun,
Hasan Hanafi, dan Nurcholish Madjid. Kelompok pertama ini
direpresentasikan para cendekia. Kedua, mereka mengaplikasikan
ayat-ayat Al Quran secara konsepsional dalam kehidupan keumatan. Hal
ini dapat dilihat dari Jamaluddi al-Afghani, Muhamad Abduh, Sayyed
Hossein Nasr, Ali Syariati, dan Ismail al-Faruqi. Kelompok ini
direpresentasikan kalangan para pemikir aktivis. Adapun ketiga, mereka
mencoba menerapkan pesan-pesan ayat Al Quran secara ideologis dalam
konteks zamannya, hal seperti itu terlihat pada Abul A’la al-Maududi,
Sayyid Quthb, Ayatullah Khomaeni, dan Muhammad Natsir. Kelompok ketiga
ini diwakili kalangan pemikir praksis. Kemudian lebih lanjut dari
ketiga kelompok pemikiran di atas, dilihat dari aras pemikirannya,
kelompok pertama dapat dimasukkan ke dalam pemikiran liberal, kedua
pemikiran konsepsional dan ketiga pemikiran ideologis. (hlm 3)
Terlepas dari
berbagai jenis pengategorian yang diuraikan dalam buku ini, walaupun
dalam pendahuluannya telah dinyatakan bahwa sekalipun hanya ketujuh
belas biografi tokoh pemikiran pembaruan Islam ini saja yang
ditampilkan, namun bukan berarti ia (penulis buku ini) menafikan
pemikir muslim yang lain yang mungkin lebih layak untuk ditampilkan.
Akan tetapi, bila melihat dari ketujuh belas tokoh yang ditampilkan di
sini terkesan bahwa penulis buku ini hanya ingin menampilkan
tokoh-tokoh yang mempunyai pengaruh besar dalam arus dan wacana
pemikiran. Bahkan, seperti tokoh-tokoh Sayyid Quthb dan Abul A’la
Al-Maududi tidak hanya berkutat pada arus wacana, melainkan langsung
pada tataran praksis dan jelas pengaruh mereka sangat besar sekali dan
begitu pula yang lainnya. Kemudian mengapa tokoh seperti Muhammed
al-Jabiri, Nasr Hamid Abu Zayd atau mungkin Bassam Tibi tidak
ditampilkan? Padahal, tokoh-tokoh tersebut juga mempunyai pengaruh yang
sangat signifikan dalam wacana pemikiran Islam.
Lebih dari itu,
dalam pengategorisasian terhadap tokoh-tokoh di atas yang diberikan
dalam buku ini, bila dilihat dalam konteks kekinian, bisa jadi sudah
mengalami pergeseran. Itu bisa terlihat pada kasus Nurcholish
Madjid-yang sering biasa disapa Cak Nur-di mana banyak yang mengatakan
bahwa Cak Nur bukanlah tokoh pemikir liberal, melainkan ia lebih kepada
Neo Tradisionalisme.
Namun, biarpun
begitu, buku ini setidaknya dapat kembali menyegarkan perdebatan di
sekitar arus wacana pemikiran Islam yang selama ini mungkin bisa
dikatakan sudah mengalami kebekuan. Apalagi untuk kasus di Indonesia
tampaknya belum memunculkan tokoh- tokoh pemikiran sebagaimana yang
diuraikan dalam buku ini. Atau, belum lagi ada sosok-sosok sekaliber
Cak Nur, bahkan mungkin melebihi Cak Nur.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar